Adakah Ini Azan Terakhir Bagiku?

Azan magrib berkumandang seiring meredupnya cahaya mentari dari pandangan mataku. Dinginnya angin senja...... Seakan membekukan kakiku untuk tidak beranjak dari tempat itu. Tersenyum aku memandang sebuah nisan yang bertulis bagai sebuah pesan. Pesan dari seorang Usahawan tua yang pernah mengalami suatu kegagalan dalam hidupnya. Kegagalan yang patut untuk membuat seseorang........ berpikir untuk mengakhiri hidupnya. Memang sesekali, didalam hidup selalu ada berbagai-bagai pilihan. Pilihan untuk menentukan langkah menuju sebuah harapan atau....... berhenti sehingga semua hanyalah mimpi dan tinggal kenangan. Kisah ini mungkin pernah terjadi pada setiap orang yang pernah mengalami kegagalan yang tak mungkin di lupakan, namun bila ia melihat batu nisan itu dia akan ingat pesan itu .....mudah-mudahan ia melupakan niat sesatnya untuk menghadap Tuhan lebih cepat yang tanpa undangan apalagi tanpa dijemput oleh utusan-Nya.

''Ayo Wa suwe lo.... Wa tertipu lo ...!'', kata Tan Lee(seorang cina beragama Budha) nada marah setelah salah satu staff nya mengatakan bahwa rekan bisnesnya telah lari tanpa membayar hutangnya sesenpun. Keringat menitis dari keningnya mengingatkan hutang barangan belum terbayar dari pembekal utama. Mungkin lebih tepatnya orang mengatakan Tan Lee akan diistiharkan sebagai seorang muflis. Tan Lee merebahkan badannya dikursi dengan pasrah....gelisah...lemas....hilang sudah tenaga yg tersimpan dalam sendi-sendinya. Dia pejamkan matanya sesaat namun pemikirannya tetap bercelaru. '' Matilah aku....!'', bisik Tan Lee seakan berbicara pada dirinya sendiri. Hari demi hari berlalu dan Tan Lee hanya menanti saat kemusnahan itu datang. Hari yg ditunggu itupun akhirnya tiba. Sepucuk surat datang untuk menuntut pembayaran hutang.

“ Hm....baru yang pertama , ada kesempatan bagiku untuk mencari hutang dan mengejar keuntungan untuk menutup hutang ini..”, kata Tan Lee dalam hati sebagai kata semangat untuk terus berusaha menyelamankan perniagaannya. Namun dugaanku meleset , Dunia mengalami kegawatan ekonomi yang hebat pada masa itu....Surat kedua datang lebih cepat dari dugaannya, kali ini ada tulisan Merah diatasnya.....''jelas tulisan itu berhuruf besar dan berwarna merah. Kali ini tubuhnya tidak gelisah lagi……….. tapi mulai mati dan mati semakin dirasakan. Keringat bukan lagi bercucuran tapi giliran matanya yang mulai mengalir setitis demi setitis. Begitu besar cubaan ini baginya, seakan tidak bermaya lagi Tan Lee untuk menahan semua beban cubaan ini.

“,Ayooooo mati Wa ini macam..!..” terkeluar dari mulut Tan Lee dengan nada yang kesal...Lantas diambil surat itu dan sekali lagi ian masukkan dalam laci mejanya. Tan Lee menarik nafasnya sekali lagi dan berusaha membakar semangatnya kembali sesuai prinsip hidupnya ''Tiada Masalah yang Tidak Dapat Di Selesaikan''. Berbeza dengan sebelumnya, kali ini dia membalas surat rayuan itu untuk meminta penangguhan waktu dengan alasan modal tidak mampu untuk dipusing kembali. Satu bulan berlalu , ekonomi masih tidak baik juga waktu itu. Penjualan gagal berjalan lancar dan hanya memperoleh keuntungan yg sangat sedikit. Hari demi hari terasa berat baginya. Tan Lee kembali kerumah lebih cepat hari ini, dengan langkah longlai dia meninggalkan pejabat yang disewa sejak dua tahun lalu. GUBBBRAAAKKK…….ia menoleh pandangannya kebelakang ….susok tubuh bergelimpang darah dan kepala yang pecah telah kaku seiring melayangnya nyawa ramai pekerjanya…sungguh sangat menyeramkan. Beberapa saat orang – orang terpaku memandang tubuh-tubuh kaku itu….tiba-tiba seorang wanita menjerit histeria setelah itu dan Tan Lee hanya mampu terpandang sendiri dan keringat dingin menitis dari seluruh wajahnya kakinya menggeletar ketakutan. Terkejut …..dan segera ia tinggalkan tempat itu, di saat beberapa orang polis menutup lokasi itu dan bayangan peristiwa tragis itu masih segar dalam ingatannya.

Putus sudah harapannya…..terbayang jeruji besi dan lantai simen yang dingin akan selalu menemaninya dalam beberapa hari lagi. Bergetar tangannya…..lalu berdiri kaku saat setelah dia meninggalkan tempat kejadian itu terbayang sedirian ia bagai mana ingin di hadapainya semua ini nanti seorang diri, yang bermain di fikirannya tak mampu bergerak lagi walaupun untuk memejamkan mata sekalipun. Tan Lee mengambil sehelai kertas dari laci mejanya dan ia menuliskan sepucuk surat dengan airmata yang terus menetes bagai tak terbendungkan lagi :



Wahai Istri Kim Soon Moi yang selalu tabah mendampingi diriku. Hari ini…. saat engkau membaca surat ini ….. aku telah tiada dari hadapanmu. Aku tahu…… betapa malunya dirimu saat itu namun aku sudah tak mampu untuk melanjutkan kehidupan ini lagi.

Wahai istriku,Kim Soon Moi sampaikan pada anak kita bahwa aku tak sempat melihat mereka membesar dewasa di hadapan mata dan yang pasti aku tak mungkin melihat mereka menangisi kepergianku namun gantikan aku dalam memberikan senyummu setiap mereka bertanya tentang aku….. karena mereka akan malu kelak, bila mereka tahu tentang kepergianku.

Wahai istriku…Kim Soon Moi…yang tak pernah lelah untuk mencintaiku……sampaikan salam hormatku pada ayah dan ibuku ……mereka pasti malu atas kepergianku ini…..kepergian yang tak membuat mereka bangga karena telah melahirkanku. Wahai istriku …… yang telah memberikan cinta sepenuh hatimu padaku, selamat tinggal dan janganlah engkau tangisi kepergianku karena aku tidak patut untuk engkau tangisi…….. tapi sesuatu yang patut engkau lupakan dalam hatimu dan dalam hidupmu……………………………………………………….
Dari suamimu yang terlalu kecewa Tan Lee Weng

Di lipatnya surat itu lalu diletakkan diatas meja dan di tindih dengan pasu bunga. Ya….setangkai bunga mawar diberikan istrinya, untuk memberinya semangat hari ini sebagai tanda cinta kasihnya pada Tan Lee. Langkah demi langkah kakinya dengan gemetar….. menuju gerbang kematian hari ini, itulah yang tertanam dalam minda Tan Lee perkara yang di pilih jalan mudah baginya untuk lari dari semua masalah ini dengan cara membunuh diri.... Bangunan telah di pilihnya yang paling tinggi di antara yang tertinggi sekali di kawasan itu agar tubuhnya nanti apa bila jatu terus berkecai itu yang di fikirkan olehnya tiada apa yang dapat menghalang niatnya itu.

Tan Lee menaiki lif, lalu berjumpa dengan penjaga lif di bangunan itu dan dia bertanya “, hendak ke tingkat berapa”, lalu Tan Lee menjawap “, hendak naik ke atas sekali’..... Setelah Tan Lee menyebut tingkat teratas, seakan dia tahu niat dan tujuan itu. Dia menghalang dan menasihati Tan Lee dengan berbagai macam cara dan upaya. Ya…..akhirnya Tan Lee gagal bukan karena nasihatnya tapi karena dirinya tak tahan untuk menunggu lebih lama lagi menuju saat kematiannya. Tan Lee pergi meninggalkan lif itu dan mencari tangga menuju keatas diiringi pandangan penjaga lif itu yang terlihat sedih atas kepergian Tan Lee dengan bersungguh mahu terjun untuk membunuh diri.

Tingkat demi tingkat dinaikinya dan berhenti ia sejenak karena keletihan sambil menarik nafasnya kembali. Kali ini dia berjumpa dengan seorang cleaning servise dan menanyakan dia hendak ke tingkat berapa karena melihat dirinya kelelahan menaiki tangga. Sekali lagi Tan Lee sampaikan bahwa dirinya hendak ke tingkat teratas menuju atap bumbung dan sama seperti penjaga lif tadi, dia berusaha mencegah Tan Lee dengan berbagai macam upaya hingga tiba-tiba handfon si cleaning servis berdering dan terdengar dia menerima panggilan yang ibunya baru meninggal dunia...Diakhir kata ia mengatakan betapa sedihnya diriku bila mengetahui tentang hal itu, lalu cleaning servis tadi meninggalkan Tan Lee dengan tatapan sedih melihat kepergian Tan Lee yang meniti tangga demi tangga. Mata Tan Lee berkedip kedip matanya dan kerongkongnya terasa kering saat ia telah sampai tingkat teratas dari bangunan itu.

Berhenti sejenak dan Tan Lee sandarkan dirinya pada salah satu dinding di atap itu, ’’ Aku Mahu mati saja begitu susahnya’’, fikir Tan Lee, terlintas begitu saja dari benaknya. Tak lama kemudian ia berdiri dan berusaha mencari satu sudut atap bangunan itu. ” Tunggu, nak……. aku tahu untuk apa kedatanganmu hari ini ’’, suara serak orang yg sangat tua terdengar agak kurang jelas dibelakang Tan Lee, lalu ditolehnya ke belakang pandanganku. ” Berikan kesempatan bagiku untuk mengakhiri hidupku sebelum dirimu mengikuti jejakku”, katanya lagi dengan senyum keyakinan akan menuju kematian. Hm…ternyata daftar menuju kematian yang sesat agaknya bukan hanya namaku hari in”’, kata Tan Lee dalam hatinya... ” Baiklah , Pak tua sebagai yang muda….aku mempersilahkan dirimu mendahului dari diriku…..!”, kata Tan Lee mempersilahkan diri member laluan pada orang tua tadi. Ketika ia memegang bumbung itu, timbul keheranan dibenak Tan Lee dan terusik sifat ingin tahu untuk menanyakan mengapa ia ingin mengakhiri hidupnya dengan tragis hari ini.

” Pak tua…..sebelum engkau terjun ke bawah sana ….bolehkah aku bertanya padamu ?’’, Tanya Tan Lee seketika terkeluar begitu saja dari mulutnya tanpa ia sedari . Dengan tersenyum Pak tua itu berpusing dan mengadap dihadapan Tan Lee…….”Bagiku sudah tiada guna lagi hidup ini, nak ……semua sudah kudapatkan …..istri yang baik dan setia…….anak yang telah dewasa dan membanggakan bagiku……….keseronokan dan kehidupan yang mewah………semuanya telah kuraih …..jadi patutkah aku untuk hidup lagi ?”, katanya dengan senyum yang meyakinkan lagi.


Dada Tan Lee berdebar….jantungnya berdegub kencang dan benak fikirannya semakin bingung dibuat pak tua ini.”Bukankah engkau tidak dalam kegagalan , Pak tua ? ……. mengapa engkau mengakhiri hidupmu dengan cara seperti ini ?”, Tanya Tan Lee dengan mengkerutkan keningnya dan memandang orang tua tadi dari ujung kaki hingga rambutnya yang telah memutih, ”tak mungkin ia orang gila”, fikiran Tan Lee bagai memberikan jawapan atas pandangan matanya karena lelaki ini terlihat sangat kemas dan bersih. ” Lalu mengapa engkau mahu mati dengan cara ini juga , nak ?”, tanya orang tua tadi kepada Tan Lee yang tak terduga olehnya. Dengan gugup Tan Lee menjawab,”Tentu saja karena aku mengalami kegagalan dalam hidupku”, masih terasa keraguan pada pertanyaan orang tua tadi yang tiba-tiba itu. ”Hm….engkau sungguh manusia yang rugi , nak !........dirimu belum mendapatkan apa-apa dalam hidupmu dan kini engkau mahu mengakhiri hidupmu tanpa meraih apa-apa, nak”, katanya dengan keras dan tak lupa senyum dibibirnya yang pucat karena ditelan usia. Sekali lagi hairan diri Tan Lee mendengar ucapannya …sungguh tak terduga olehnya…..dan Tan Lee hanya boleh menelan seketika air liur bila mendengan kata-kata orang tua tadi . Otak Tan Lee berputar untuk melawan ucapan pak tua itu…..semakin banyak darah mengisi otaknya bagai penuh oksigen yang tinggi.

” Wahai Pak tua……bagiku tak layak kematian seperti ini mendampingi dirimu……sudahkah engkau mengucapkan salam perpisahan dengan seluruh keluarga….sahabat…..dan rakan-rakanmu ? bila belum …..pulanglah dan datanglah dilain waktu”, kata Tan Lee dengan lembut padanya dengan sedikit pujuk rayu. ”Aku sudah mengucapkan hal itu melalui surat terakhirku , nak !.......walau mereka sudah tak ada disekitarku lagi…….mereka sudah tak peduli lagi padaku……dan banyak yang telah mendahului pergi selamanya dariku”,Ungkap Pak tua itu ….kali ini dengan muka sedih terlihat dari raut wajah tuanya. ” Tapi aku masih peduli padamu hari ini , Wahai pak tua ”, mendadak kata-kata itu terlontar tanpa Tan Lee sedari begitu saja. ” Benarkah itu….?”, Tanya orang tua tadi yang terus berubah senyum kembali diwajahnya.

” Ya Pak tua…..! ”, kata Tan Lee nada keras dengan senyum terukir manis dibibir Tan Lee lalu memeluk lelaki tua itu dan kali ini gerakan tanpa Tan Lee sedari lagi. ” Kalau begitu aku membatalkan kematianku hari ini…..karena masih ada yang menyangi padaku……dan masihkah ada orang-orang yang mengambil berat dan menyayangimu wahai anak muda ..?”, tanyanya dengan lembut pada Tan Lee. ” Ya ada, pak tua….”, kata Tan Lee perlahan namun masih jelas terdengar olehnya. ” Kalau begitu hari ini kita belum sampai waktunya…. untuk mengakhiri hidup dari atas bumbung bagunan ini, nak”, katanya sambil menepuk-nepuk belakang Tan Lee yang masih dalam pelukannya.


” Ya …pak tua…! ”, kata Tan Lee tertunduk malu karena untuk bunuh diri saja ia gagal melakukannya. ” Sudahlah ….kalau begitu marilah kita pulang dan bertemu esok hari karena hari ini sudah petang, nak !”, katanya dengan senyum lebar sambil merangkul bahu Tan Lee untuk meninggalkan tempat itu. Yah…..akhirnya hari itu Tan Lee gagal melakukan suatu perbuatan besar dalam hidupnya …


Keesokkan harinya kembali Tan Lee kebumbung itu tapi bukan untuk bunuh diri, tetapi untuk bertemu dengan pak tua itu karena mereka sudah berjanji kelmarin ditempat ini. Hari ini dia tidak datang juga besoknya dan besoknya lagi hingga hari ketiga Tan Lee tidak ke bumbung bangunan itu lagi dan menganggap mungkin pak tua itu sudah lupa atau ada pekerjaan lain yang lebih penting perlu di selesaikan oleh orang tua itu dan lebih penting dari pertemuan mereka ini, fikir Tan Lee dalam fikirannya...., Keesokan harinya Tan Lee pergi dengan niat niat dan tekad ingin membunuh diri yang sebelum ini terhenti akibat simpati terhadap orang tua itu keli ini Tan Lee menaiki tangga dan tidak menaiki lif karena selain ada penjaga lif yang akan mencegahnya juga bimbang bila bertemu dengan orang-orang yang akan menangkapnya.

Tangga demi tangga dilaluinya dengan tergesa-gesa …kali ini kata-kata lelah telah mati dari kamus hidupnya dia bertekad …..hanya kata ”terus dan terus ” menuju gerbang kematian dari atas sana…..Ya …dari atas bumbung ini. Sepanjang perjalan Tan Lee , dia hanya bertemu dengan tukang cat yang menyapanya dan Tan Lee tidak memperdulikan tegurannya itu lalu ia terus ke bumbung untuk terjun. Akhirnya sampailah Tan Lee diatas atas bumbung bangunan itu, tiba-tiba terdengar……” Tunggu , nak…!”, terdengar suara yang seakan dikenalinya, seperti suara pak tua yang bertemu dengannya, beberapa hari yang lalu diatas bumbung ini. Berhenti Tan Lee sejenak lalu orang tua itu terus berkata, ” Bila engkau melakukan itu berarti sudah tak ada lagi yang peduli padaku didunia ini !”, kata-katanya menyentuh hati Tan Lee yang paling dalam. Terasa luruh hatinya dan sayu hatinya dalam kaku. Dia menghampiri Tan Lee dan memeluk dirinya. ” Betulkan niatmu Wahai anak muda ….karena masih banyak orang yang mencintai dan mengharapkan kehadiranmu didunia ini….termasuk diriku Wahai anak muda….!”, katanya dengan lembut dalam dakapan di samping berbicara yg sayu terdengar ditelinga Tan Lee dalam dakapan erat.


Tersentuh hati Tan Lee mendengarnya dan terus mengatakan,” Bila aku dipenjara kelak …. maukah engkau mengunjungiku, pak tua…?”, Tanya Tan Lee penuh harap seperti sebuah perjanjian. Orang tua itu melepaskan pelukannya. ” Tentu saja anak muda karena kasih sayangmu membuatkan aku masih hidup sampai hari ini”, katanya lembut sekali dan penuh keyakinan. Ya…itulah gayanya yang selalu tersenyum dan penuh keyakinan. ” Baiklah, pak tua …… aku harap engkau memegang janjimu padaku ….!”, kata Tan Lee seperti anak-anak yang mengharapkan dipenuhi keinginannya sebagaimana yang telah di janjikan ayahnya.Terdengar suara Azan mendayu kedengaran laungan bergema segenap ruang angkasa raya dan seluruh jiwa Tan Lee suara Azan yang selama ini pernah di dengarinya namun tidak semerdu ini menusup pintu hatinya yang paling dalam terasa luruh luluh hatinya apa bila setiap kalimat Azan bagai dapat di bacanya biar pun tak pernah di fahaminya ADAKAH INI AZAN TERAKHIR BAGI KU...... ALLAHHUAKRBAR.... ALLAHHUAKRBAR.....terkeluar dari mulut Tan Lee dengan tidak sengaja..Wahai Pak Tua jelaskan pada ku tentang Azan.

No comments:

Post a Comment