Setiap kali aku menulis cerita sedih, maka setiap kali itu air mataku akan menitis seluruh jiwa jua akan menangis, saat aku menceritakannya dan juga selalu akan diakhiri dengan senyuman itu lah aku. Inilah kisahnya......."Pernahkah anda merasa bahagia ... ?........ Namun seberapa bahagiakah anda ? dengan penghayatan kisah ini anda akan merasakan bahwa kebahagiaan anda kini adalah anugerah yang tak ternilai harganya hingga akhir hayat anda, bahwa cita - cita anda untuk bahagia itu mungkin akan terwujud saat anda telah ” tiada ”...................................
Pagi ini adalah pagi yang cerah untuk memulai semua kisah hidup perjalanan hidup manusia yang selalu dihiasi oleh cita cita setinggi langit. Rahman begitu tergesa-gesa pagi itu. Jam dinding menunjukkan jam 8 pagi. "Ya Allah...sudah terlambat ni...!" di ambilnya bag di atas meja dan segera bergegas keluar rumah dengan keadaan tergesa-gesa...'' Abang....sarapan !", Teriak isterinya dari dalam kamar, namun waktu ternyata bagai mengejar Rahman dan tidak memberikan kesempatan baginya untuk menikmati sepotong roti dan segelas kopi panas buatan isterinya yang tercinta. Rahman adalah seorang penulis disalah sebuah syarikat penerbitan. Walaupun dengan gaji yang tak seberapa dia bahagia....karena itu adalah pilihan hidupnya, dia merasa puas dengan kerjaya menulis. Tersenyum Wati, isterinya dari pintu depan rumah kos rendah yang di belinya dengan hasil kerjaya menulis, biar pun rumah tidak besar namun dia bahagia dengan isterinya Wati. "Hati-hati abang....", suaranya diiringi lambaian tangan kanannya pada Rahman dan tangan kirinya memegang pinggangnya dari belakang....ya... Wati, yang sedang hamil 9 bulan. Kehamilannya itu amat nantikan oleh mereka... selama hampir 3 tahun pernikahan mereka. Wati adalah suri rumah sepenuh masa, banyak masanya di habiskan menguruskan kehidupan keluarga kerna Rahman mahukan Wati sentiasa di depan mata apabila kepulangannya dari kerja. Wati memang isteri yang luar biasa... Ia selalu memberikan cinta yang sepenuhnya terhadap suami tercinta, yang hanya mengharapkan kehidupan sederhana namun yang lebih bermakna kebahagiaan, kerana Wati sebenarnya dari keluarga mewah namun apabila berkahwin dengan Rahman hidupnya lebih bila bersama Rahman suami tercinta. Tak lama selepas itu sampailah Rahman bersama moto Honda c70 kesayangannya itu di pejabat dengan cepat ia menaiki tangga demi tangga menuju tingkat dua. "Apa cerita untuk besok, Man.." suara itu datang dari belakang menyadarkan Rahman lamunan yang sedang bergegas untuk ke tempat perakam waktu agar tidak merah tertera di kadnya. " Belum dapat idea , Din...", Jawab Rahman sepontan. " Yang menarik ya sempena hari Bapa ni.....” seperti kebiasaannya teman kagum dengan penulisannya...” InsyaAllah mudah-mudahan.... syarikat kita akan lebih maju lagi tahun ini..", pesan bos yang kebetulan berada di situ sambil meninggalkan Rahman yang hanya mengangguk setuju. Rahman mengambil pena dilaci meja dan mulai menulis dengan tekunnya helayan demi helayan di catatnya sesekali di pandangnya dari cermin kaca sebelah mejanya membuatkan dia tenggelam dalam idea yang datang mencurah-curah. Melayang Rahman dalam alam pikirannya. Kata demi kata terangkai dalam kalimat yang menggugah hati dan tanpa disadarinya air matanya menitik saat tulisan itu hampir selesai...tak tertahan.... lalu ai berhenti dan segera ia masukkan kertas yang di catatnya itu ke laci meja. Dia melipat tangan dibelakang kepalanya dan membiarkan pikiran melayang mengenang peristiwa setahun lalu.... Waktu itu hujan sangat lebat. Rahman pulang lewat kerumah kerna ada urusan di pejabat yang harus di siapkan segera, hujan bagai tak henti-henti lebatnya hujan dimalam Jumaat yang gelap itu. "Ya Allah bagai mana nak balik ni? ...Hujan lebat sangat...!" teriak Rahman risau pada isterinya di rumah keseorangan. Mendadak tangannya menyarung baju hujan yang di bawanya dan bergegas ke motonya, lalu berlalu membelah hujan yang semakin labat itu. Dalam kedinginan hujan yang mencurah badanya terasa teramat sejuk walaupun ia memakai baju hujan, lalu sampai di satu selekoh dia berhenti seketika kerana tidak tertahan menahan kesejukan meredah hujan kedinginan. Rahman berhentikan di satu hentian bas ia melihat ada seorang budak lelaki dalam lingkungan umur 5 tahun sedang duduk di bangku sambil badannya berbalut kain yang basah akibat hujan namun hanya tertunduk..Rahman dekati ia..." Tinggal dimana, Dik ?", Tanya Rahman dengan suara yang kuat kerana hujan terlalu lebat ketika itu. Tubuh kecil itu seakan-akan memberi jawapan dibanding mulutnya yang tetap membisu...Rahman memeluk anak itu agar dia tidak takut dengan dentuman guruh dan kilat sabung-menyabung.
Dengan segera Rahman mengajak dia menaiki motornya dan ia letakkan dia dibelakang agar terhalang dari terkena hujan, kerana rumah Rahman agak tidak jauh dari situ, dalam fikirannya apa bila hujan sudah reda dia akan menghantar anak tadi pulang kerumah ibu bapanya yang mungkin sedang mencarinya. "Pegang kuat-kuat ya , dik...!", kata Rahman sambil dengan berhati - hati sekali Rahman menyusuri jalan dimalam yang sangat lebat itu dan akhirnya sampai di rumah. Sesampai dirumah, Hm....terkunci, segan diri Rahman untuk mengetuk pintu dengan kuat untuk membangunkan isterinya, dia balikkan alas kaki rumahnya, lalu diambil kunci yang sengaja ia selit dibawahnya. Perlahan Rahman buka pintu dan dia dudukkan anak itu dikurusi ruang tamu rumahnya. "Tunggu sebentar ya.....pakcik akan mengambilkan tuala dan baju untuk untukmu...!", kata Rahman lembut padanya dan lagi- lagi anak itu membalas dengan senyumnya, lalu segera Rahman ke belakang dan..."Abang sudah balik , Abang...!" Suara yang sangat dikenalinya tiba-tiba muncul dibelakang dan ia menolehkan kepala ke belakang, " Maaf sayang ... tak mahu mengganggu tidurmu....!", jawab Rahman lembut tapi masih kaku karena terkejut akibat panggilan secara tiba - tiba itu tadi. "Tak mengapa sayang...!", kata isterinya sambil membuka kemejanya yang basah. "Oh..ya hampir terlupa ...tadi dijalan abang ada membawa seorang anak yang bersendirian di satu hentian bas abang terlalu kasihan padanya yang dalam kesejukan.....sekarang didepan ruang tamu sayang....!", kata Rahman sambil menarik tangan isterinya mengikutinya ke ruang tamu. Ahhh....anak itu hilang.....padahal tadi ada dikursi itu....Rahman menggosok-gosok matanya berkali-kali untuk meyakinkan apa yang dilihatnya dan kemudian dia di datangi wajah isterinya yang hanya mengkerutkan keningnya menatap pada Rahman yang dalam kebigungan. Rahman melihat pintu tak terbuka..."Sudahlah mungkin abang hanya berhayal tadi....", jawab isterinya seakan ingin menutup kehairanan apa yang telah terjadi. "Abang mandi dulu ya sayang....!", kata Rahman meninggalkan isterinya yang diam seribu bahasa yang masih tenggelam dalam kehairanannya itu. Termenung campur takut ....dan kini sudah hampir setahun hal itu terjadi.
Tiba-tiba telefon berdering memecahkan lamunan Rahman dan mengembalikan ia kedunia nyata dalam seketika...dengan malas perlahan dia menjawap panggilan, " Rahman, Wati , isterimu telah melahirkan..", Terdengar suara di fon, itu mertuaku," Segera ke Hospital ya....kami sudah bawa Wati kesana..", "Iya ibu...!" jawab Rahman singkat..."Ya Allah isteriku, mengapa tak kau beri tahu aku..awal-awal.!", Keluah Rahman sambil bergegas menuruni tangga demi tangga dengan tergesa-gesa.
Akhirnya sampai segera Rahman ke bilik bersalin kebetulan dulu Rahman pernah ke tempat itu dan lagi pula biliknya tidak jauh dari bilik rawatan kecemasan. Rahman melihat isterinya masih terbaring lemas letih serta lesu....dan bayi comelnya kemerah-merahan disamping isteri tersayang. Tiba-tiba mertuanya muncul dari pintu dan terus menghampiri isteriNya. "
Abang...Rahman mana, Mak ?", tanya isterinya. Terkejut sejenak Rahman....karena dari tadi Rahman berada dihadapannya. "Sabar..nak...Suamimu mungkin tidak akan datang...",jawab mertuanya begitu sayu dan penuh kesedihan yang begitu mendalam." Mak mendapat panggilan dari anggota Polis yang menyatakan suamimu telah tiada nak....ketika menuju kemari dia di timpa kemalangan jenazahnya sudah ada di bilik kecemasan mereka tak dapat selamatkan dia nak...!", kata mertuanya tak tertahan menahan airmatanya lagi. Bagai disambar petir isterinya pengsan seketika dan Rahman hanya kaku berdiri dan air matanya menitis ternyata namun berwarna merah.....”Ya Tuhan..aku telah tiada.!....dan kini yang dihadapanku hanya rohku semata..............”......sebelah kirinya ada cermin di dinding ternyata apa yang di lihatnya adalah benar kerana hanya bayangan bukannya jasad................
Lima tahun berlalu, Syarikat tempat Rahman bekerja dulu akhirnya mendapat perintah untuk ditutup. Besok adalah hari terakhir penerbitan. Semua barang-barang di pejabat sudah diangkut dan dijual murah. Saat itulah laci meja Rahman yang terkunci selama 5 tahun itu akhirnya dibuka oleh sahabatnya yang juga rakan baiknya itu. Beberapa helayan tulisan tangannya dibacanya...ya itu tulisan Arwah Rahman 5 tahun yang lalu saat terakhir dia duduk dimeja itu.”Terdetik di hati Wan” Tidak seorangpun berani duduk disitu sejak peristiwa itu. Telefon dari mertuanya yang mengatakan bahwa isterinya telah melahirkan, yang membuat kali terakhir Rahman berada di meja itu saat lima tahun yang lalu. Akhirnya Rahman meninggal dunia saat diperjalanan menuju ke Hospital untuk melihat isterinya bersalin, mengalami kecederaan yang teruk sehingga mengakibatkan nyawaku melayang ketika itu. Nasipnya berakhir dengan teragis apabila dia saat-saat akhir Rahman mampu bersuara agar di bawanya dengan segera ke Hospital agar dia dapat bertemu dengan isteri tercinta dan ingin melihat anaknya yang di tunggu selama ini tanpa memperdulikan pada dirinya yang terlalu parah ketika itu.
Ternyata Rahman telah menulis ceritanya sendiri sebelum hari ini terjadi ……sungguh sukar untuk percaya bahkan dia sempat menulis puisi untuk isteri dan anaknya yang belum lahir waktu itu………………………………………….puisi untuk isterinya
Wati istriku yg tercinta……
Mungkin waktu tak pernah akur dengan hidupku
Mungkin kebahagianku tak sebahagia mereka yg ada di surga….
Namun daku sangat berbahagia hidup denganmu…..
Engkau telah menjadi cinta sejatiku….
Tiada keluh dan kesah yang keluar dari bibirmu
Selain kata – kata indah yang menyejukkan hatiku
Wati isteriku yang tersayang
Bila waktu menjemput diriku…….
Sudikah engkau memberi ruang dihatimu
Untuk daku kekal tinggal dilubuk hatimu…..
Wati isteriku yang ku kasihi
Berilah nama anak kita seperti pesanku
Ridzuan….nama yang kuberikan padanya
Anak buah hati cinta kita
Yang lama kita nantikan
Hingga diujung waktu
Menjelang maut menjemputku……..
Wati isteriku yang tersayang
Jagalah anak kita dengan seluruh cintamu
Berikanlah cupanku disaat pagi membangunkannya
Berikanlah senyumku disaat ia menangis sendu
Berikanlah pelukanku disaat ia merindukanku
Sayangilah dia sebagai sayang gantiku…….
Sebagai tanda cintaku………
Sampai suatu saat…………..
Kita akan kembali bersatu …..
Di surga abadi
yang takkan memisahkan kita lagi……….
Kemudian puisi itu dibalas oleh Wati , isteri Rahman………
Rahman suamiku…. Waktu memang tak akur denganmu , Tapi waktu selalu meninggalkan kenangan dirimu bagi diriku. Rahman suamiku, anakmu kini telah besar, dia selalu menanyakan tentang dirimu, bahkan dia pernah bercerita tentang pertemuanmu dengannya malam itu. Sama seperti kejadian malam itu pada lima tahun yang lalu....saat dirimu bertemu dengan anak yang sangat engkau nantikan itu. Kalian memang dipisahkan oleh waktu, namun waktu telah memberikan kesempatan bagi kalian untuk bertemu.....walau hanya satu malam disaat hujan yang lebat, disaat malam yang dingin....disaat orang orang memeluk orang-orang yang dicintainya dan disaat itu juga kalian berpisah oleh batasan waktu. Rahman suamiku yang tercinta....mungkin engkau tidak boleh membaca titipanku ini namun aku percaya engkau mendengarkan terus dari hatiku...........istirahatlah dengan tenang wahai suamiku...... aku akan menjaga buah cinta kita....aku akan memberikan kecupan darimu setiap pagi dikala ia bangun....aku akan memberikan senyum dan hiburan disaat ia menangis sendu ....dan aku akan memeluknya dikala ia rindu padamu.....Suamiku pujaan hatiku..... tunggu aku.... kelak aku akan bersamamu ..... setelah tiba waktuku dan setelah anak kita sudah menjadi orang yang mampu berdiri dengan kakinya sendiri....Rahman nama yg abadi dalam hatiku.....aku sangat mencintai dan merindukan dirimu............rindukah dirimu padaku......?
Atok....! “jerit cucu kesayangan ku”..aku tersedar dari lamuman saat ku membaca setiap titipan ibu yang terlalu segar dalam ingatan ku ibu menyambung kerjaya menulis sebagai penulis novel sambilan dan kini ibu telah tiada setelah beberapa tahun pemergiaan ayah, aku lah penyambung warisan mereka namun kurasakan mereka masih ada disisiku kerana ibu telah mengajarku sebuah pengorbanan serta ketulusan hati seorang ibu dan pengorbanan seorang ayah dari kasih yang hanya dalam mimpiku dan menjadi sayangnya daku bagai nyata pelukanku dengannya, kini dengan itu aku namakannya novel “Warkah Terakhir Di Hari Bapa”.
No comments:
Post a Comment